Senin, 30 Mei 2011

Hukum Adat Dayak Maanyan Yang Mengatur Perkawinan

0 komentar
Perkawinan yang diatur menurut hukum adat ditata secara bijaksana sebagai jaminan bagi masyarakat untuk menghindari semua jenis pelanggaran hukum adat. Berkaitan dengan perkawinan,  para remaja Dayak Manyaan umumnya memilih sendiri pasangan hidup mereka. Setelah saling jatuh cinta dan yakin bahwa pilihannya tidak keliru jalan yag ditempuh menuju jenjang perkawinan dapat berupa:
  1. Ijari
    Pasangan calon pengantin mengunjungi tokoh masyarakat / pengurus agama lalu menyerahkan pernyataan tertulis disertai barang bukti yang menguatkan pernyataan. Biasanya disusul dengan musyawarah antar ahli waris kedua belah pihak untuk perencanaan kapan dan bagaimana perkawinan anak-anak mereka dilaksanakan. Pertemuan tersebut menghasilkan surat pertunangan yang kelak akan digunakan sebagai bukti resmi saat perkawinan dilaksanakan.
  2. Peminangan
    Acara peminangan biasanya didahului oleh kesepakatan kecil antara ahli waris kedua remaja saling jatuh cinta. Dalam acara peminangan dibuat surat pertunangan yang mencantumkan hasil kesepakatan antara kedua belah pihak termasuk mencatat pula semua barang bukti peminangan dan tata cara / hukum adat perkawinan.
Macam-macam Tata Cara Perkawinan Adat
  1. Singkup Paurung Hang Dapur
    Tata cara ini merupakan tata cara yang paling sederhana dalam hukum perkawinan Dayak Manyaan. Perkawinan resmi ini hanya dihadiri oleh beberapa orang mantir (Tokoh Adat) dan Ahli Waris kedua pengantin.
    Dalam tata cara ini ada hukum adat yang mengatur berupa:
    Keagungan Mantir
    Kabanaran
    Pamania Pamakaian
    Tutup Huban (kalau ada)
    Kalakar, Taliwakas
    Turus Tajak
    Pilah Saki tetap dilaksanakan.
  2. Adu Bakal
    Upacara Adu Bakal dianggap perlu agar kedua pengantin dapat hidup sah bersama untuk mempersiapkan perkawinan lanjutan. Adu Bakal berlaku 100 hari, apabila perkawinan lanjutan tertunda melebihi masa 100 hari perkawinan adu bakal, maka pengantin akan dikenakan denda saat perkawinan lanjutan dilaksanakan berupa “Hukum Sapuhirang”.
  3. Adu Jari (adu biasa)
    Pada perkawinan resmi ini, pengantin diapit oleh rekan masing-masing mempelai. Perempuan mendampingi pengantin perempuan dan laki-laki mendampingi pengantin laki-laki. Setelah upacara perkawinan ada ketentuan yang disebut “pangasianan” asal kata “Kasianan” yang artinya mertua. Acara “Pangasianan” adalah bertujuan untuk meningkatkan penyesuaian antara mertua dengan menantu dan lingkungan yang baru. Dalam perkawinan ini ada hukum “lanyung ume petan gantung”
  4. Adu hante
    Pada tata cara ini perkawinan diadakan secara meriah (baik keluarga mampu maupun kurang mampu) dengan acara wurung jue dan igunung pirak. Tata cara perkawinan ini disertai upacara belian 2 malam untuk memberi restu, mendoakan agar menjadi pasangan yang berhasil. Kedua pengantin biasanya disanding di atas gong yang dilapisi 9 susun kain dan diapit 9 orang pemuda/i.
Selengkapnya..

Upacara-Upacara Kematian Dalam Suku Dayak Maanyan

1 komentar
Hampir semua suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah menggambarkan kemuliaan dunia baru yang akan dituju oleh roh orang yang meninggal dunia (negeri arwah/tumpuk audiau) yang merupakan sebuah negeri kaya raya berpasir emas, berbukit intan, berkerikil manik-manik dan penuh dengan kesenangan, kesempurnaan yang berarti tidak ada lagi kesusahan serta tangisan.
Dengan adanya hukum-hukum upacara kematian, terutama setelah kematian tatau matei yang meninggalkan sisa adanya mayat seperti sekarang maka penyelenggaraan upacara kematian harus selalu dilaksanakan sesuai dengan keberadaan dan tingkat perekonomian masyarakat pendukungnya.

Dalam perkembangan selanjutnya penyempurnaan ini melahirkan berbagai bentuk upacara kematian seperti yang dilakukan sekarang ini. Untuk daerah hukum adat suku Dayak Maanyan yang meliputi wilayah Banua Lima, Paju Empat dan Paju Sepuluh terdapat bentuk-bentuk upacara kematian sebagai berikut:

1. Ejambe, yaitu upacara kematian yang pada intinya pembakaran tulang si mati. Pelaksanaan upacaranya sepuluh hari sepuluh malam. Upacara ini tidak pernah lagi dilakukan di desa Warukin.
2. Ngadatun, yaitu upacara kematian yang dikhususkan bagi mereka yang meninggal dan terbunuh (tidak wajar) dalam peperangan atau bagi para pemimpin rakyat yang terkemuka. Pelaksanaannya tujuh hari tujuh malam.
3. Mia, yaitu upacara membatur yang pelaksanaannya selama lima hari lima malam.
4. Ngatang, yaitu upacara mambatur yang setingkat di bawah upacara Mia, karena pelaksanaannya hanya satu hari satu malam. Dan kuburan si mati pun hanya dibuat batur satu tingkat saja.
5. Siwah, yaitu kelanjutan dari upacara Mia yang dilaksanakan setelah empat puluh hari sesudah upacara Mia. Pelaksanaan upacara Siwah ini hanya satu hari satu malam. Inti dari upacara Siwah adalah pengukuhan kembali roh si mati setelah dipanggil dalam upacara Mia untuk menjadi pangantu keworaan (sahabat pelindung sanak keluarga).


Isi dari berbagai upacara kematian biasanya berupa pergelaran berbagai kesenian atau tari-tarian tradisional Dayak Maanyan seperti Gintur, Giring-Giring, Dasas, Ebu Lele, dan sebagainya, jadi upacara kematian merupakan kesenangan belaka 
 
Source : http://marthyn-zhu.blogspot.com/
Selengkapnya..

Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan (Angama Hindu Kaharingan)

0 komentar
Source : http://kerajaanbanjar.wordpress.com/2007/04/02/proses-penguburan-suku-dayak-maanyan/


        Setelah seseorang dari suku Dayak Maanyan dinyatakan meninggal maka dibunyikanlah gong beberapa kali sebagai pertanda ada salah satu anggota masyarakat yang meninggal. Segera setelah itu penduduk  setempat berdatangan ke rumah keluarga yang meninggal sambil membawa sumbangan berupa keperluan untuk penyelenggaraan upacara seperti babi, ayam, beras, uang, kelapa, dan lain-lain yang dalam bahasa Dayak Maanyan disebut nindrai.

         Beberapa orang laki-laki pergi ke dalam hutan untuk mencari kayu bakar dan menebang pohon hiyuput (pohon khusus yang lembut) untuk dibuat peti mati. Kayu yang utuh itu dilubangi dengan beliung atau kapak yang dirancang menyerupai perahu tetapi memakai memakai tutup. Di peti inilah mayat nantinya akan dibaringkan telentang, peti mati ini dinamakan rarung.

      Seseorang yang dinyatakan meninggal dunia mayatnya dimandikan sampai bersih, kemudian diberi pakaian serapi mungkin. Mayat tersebut dibaringkan lurus di atas tikar bamban yang diatasnya dikencangkan kain lalangit. Tepat di ujung kepala dan ujung kaki dinyalakan lampu tembok atau lilin. Kemudian sanak famili yang meninggal berkumpul menghadapi mayat, selanjutnya diadakan pengambilan ujung rambut, ujung kuku, ujung alis, ujung bulu mata, dan ujung pakaian si mati yang dikumpulkan menjadi satu dimasukkan ke sebuah tempat bernama cupu. Semua perangkat itu dinamakan rapu yang pada waktu penguburan si mati nanti diletakkan di atas permukaan kubur dengan kedalaman kurang lebih setengah meter.

       Tepat tengah malam pukul 24.00 mayat dimasukkan ke dalam rarung sambil dibunyikan gong berkali-kali yang istilahnya nyolok. Pada waktu itu akan hadir wadian, pasambe, damang, pengulu adat, kepala desa, mantir dan sanak keluarga lainnya untuk menghadapi pemasukan mayat ke dalam rarung.
Pasambe bertugas menyiapkan semua keperluan dan perbekalan serta peralatan bagi si mati yang nantinya disertakan bersamanya ke dalam kuburan. Sedangkan Wadian bertugas menuturkan semua nasihat dan petunjuk agar amirue (roh/arwah) si mati tidak sesat di perjalanan dan bisa sampai di dunia baru. Wadian di sini juga bertugas memberi makan si mati dengan makanan yang telah disediakan disertai dengan sirih kinangan, tembakau dan lain-lain.

         Jika penuturan wadian telah selesai tibalah saatnya orang berangkat mengantar peti mati ke kuburan. Pada saat itu sanak keluarganya menangisi keberangkatan sebagai cinta kasih sayang kepada si mati. Menunjukkan ketidakinginan untuk berpisah tetapi apa daya tatau matei telah sampai dan rasa haru mengingat semua perbuatan dan budi baik si mati selagi berada di dunia fana.
Selengkapnya..

Selasa, 30 Maret 2010

East Barito: Who Were the Malayo-Polynesian Migrants to Madagascar?

6 komentar
Dahl (1951, 1977) showed that Malagasy, the Austronesian language spoken as a number of dialects by almost all inhabitants of Madagascar, belongs to the Southeast Barito subgroup,[5] the other members of which (Maanyan, Samihim, Dusun Malang, Dusun Witu, Dusun Deyah and Paku) are spoken in the southeastern part of Borneo. Dahl observed that Malagasy has a relatively small number of Sanskrit loanwords in comparison to the large numbers in some Indonesian languages. According to him this indicated that the East Barito migrants to Madagascar must have left their homeland only just after Indian influence had begun to affect the Indonesian languages and cultures. Considering the fact that Indian linguistic influence in Indonesia can be traced to a date as far back as the fifth century AD, Dahl concluded that the migration must have taken place at this time or slightly after. He does not explicitly consider the possibility of influence from other Austronesian languages.
Selengkapnya..

Sabtu, 20 Maret 2010

Asal Mula Upacara Kematian Dayak Maanyan

2 komentar
Source : feeds.bloggerpurworejo.com
Ebook by M. Ridhanie Elbanz

Asal Mula Upacara Kematian Dayak Maanyan

Sebelum diberlakukannya hukum penyelenggaraan upacara kematian di kalangan Suku Dayak Maanyan, kematian hanya dianggap sebagai perpindahan dari dunia fana ke dunia baru. Suatu dunia yang lebih menyenangkan, hak milik pribadi atau sempurna oleh sebab itu orang Maanyan menyebutnya Tatau Matei (tatau:kaya, matei:mati). Jadi menurut mereka kematian hanyalah hal biasa saja yang dinamakan tulak miidar; miidar jalan; ngalih panguli hengka marunsia (pergi pindah; pindah jalan; mengalihkan kaki dari manusia) begitu sederhananya konsep kematian menurut mereka saat itu.
Konsep kematian seperti sekarang datang akibat dari perbuatan dan keinginan manusia itu sendiri. Ada sumber lisan yang tumbuh dan berkembang serta dipercayai oleh mereka yang terus menceritakan turun temurun.

Selengkapnya..

SOROSILAH / RIWAYAT ASAL USUL SUKU DAYAK MA’ANYAN

0 komentar
Source : talekoi.blog.com

Sorosilah ini berbahasa asli Dayak Ma’anyan ” Janyawai “
Bukan bahasa yang dipakai sehari - hari.

RIWAYAT ASAL USUL.

Allah mula Allah, Allah mudi jari Allah. Allah mula Allah, Allah munta murunsia, munta datu mula manta, maharaja mula ulun. Ka’ani dara mula lapeh, suraibu hengkang ulun. Muneng tane tipak sulu, ngumung langit rakun kubus, nyepuk hewuk kala mula, ngu’ut ranu petak watu, ranu gunung madu rahu, watu papat lamura, gunung rueh ipatatai, watu purun panahanar, uhuk dara mula lapeh, suraibu hengkang ulun. Metak ranu madu rahu, lawu tane tipak sulau, welum jari kayu saramelum, tumu malar mangamuan matei, metak lagi ma handrueh, ruruh rimis mangapurun, jari wusi parei gilai, janang wini gunung lungkung, metek lagi mangatalu, jari ilau manyamare, awai supu mangujahan, metak lagi mangapat, jari wundrung amirue, janang lunsing salulungan, metak lagi mangalima, jari nanyu saniang, janang hiang piumung, metak kanamangapat, jari suling wulian, janang riak rayu rungan, metak lagi kepitulempat, jari tumpuk tunyung punu, guha mari dandrahulu.


Selengkapnya..

Selasa, 23 Februari 2010

SINOPSIS BRILLIANT LEGACY (SHINING INHERITANCE) EPISODE 1-5

6 komentar
Untuk yang pertama kalinya aku tergila-gila dengan Drama Korea. Drama yang tayang dari hari Senin-Jum'at di Indosiar ini benar-benar telah menyihirku. Sayangnya di episode terakhir, aku tidak bisa menonton (hikz, sedihnya..). Walaupun aku mempunya DVD drama ini yang lengkap dari episode 1-28, tetapi tetap merasa kurang menarik (maklum namanya bajakan, gambarnya kabur trus subtitlenya juga susah dicerna). Tapi, hanya untuk membuat sebuah kenangan maka aku nge'post sinopsis drama ini (sinopsisnya aku kutip dari http://pangeran229.wordpress.com/2009/12/27/sinopsis-brilliant-legacy-episode/)





Sinopsis Brilliant Legacy Episode 1
Selengkapnya..

Followers

 

__Avienz__. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com